Dunia pertanian Indonesia saat ini mengalami
kemunduran. Saat ini Indonesia menjadi salah satu negara pengimpor terbesar di dunia.
Keadaan ini bertolak belakang pada saat tahun 1984 dimana Indonesia mencapai
swasembada beras. Hal ini disebabkan oleh minimnya ilmu pengetahuan yang
dimiliki oleh para petani Indonesia. Sebab itulah yang kemudian mengilhami
berbagai permasalahan dalam dunia pertanian Indonesia. Seperti halnya
penggunaan zat-zat kimia. Dalam pencampuran UREA dan ZA memang menggunakan takaran yang benar, karena
terdapat petunjuk pada kemasan. Tetapi pada saat pemberian campuran zat kimia
tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman, terkadang diberikan terlalu
banyak dan terkadang kurang. Dalam penggunaan zat kimia yang sedikit memang
hanya memberi efek tanaman akan tumbuh sedikit lambat, tetapi saat penggunaan
zat kimia terlalu banyak akan membuat area tanah itu kehilangan cacing dan
organisme lainnya yang hidup didalam tanah tersebut. Padahal cacing bersama
organisme dalam tanah lainnya membantu tanah menjadi gembur karena
pergerakannya, disamping itu juga dapat membuat tanah menjadi subur karena
dapat menghasilkan makanan bagi tanaman.
Saat ini banyak para petani yang menggunakan tehnik penanaman
dengan tehnik “Tumpang Sari”, yaitu cara penanamannya dengan dua jenis tanaman
atau lebih yang ditanam dalam waktu yang hampir sama dan pada daerah yang sama
pula. Tehnik ini akan mengakibatkan satu dari beberapa jenis tanaman yang
ditanam dalam tumpang sari akan terkesan mengalah. Kemungkinan besar yang tidak
dapat tumbuh maksimal yaitu tanaman yang lebih kecil atau yang dekat dengan jenis
tanaman yang lebih besar. Besar kemungkinan, hal ini disebabkan oleh saling
berebutnya tanaman untuk memperoleh makanan dengan jumlah makanan terbatas
dengan area yang terbatas pula. Para petani tidak berfikir terhadap hal tersebut.
Mereka hanya berfikir jika harga satu jenis
tanaman yang ditanam merosot, maka masih ada jenis tanaman lain yang bisa
diandalkan. Hal tersebut akan menekan angka kerugian bagi petani tersebut.
Maka, petani yang menggunakan tehnik tumpang sari terkesan “Takut”.
Belajar dari perkembangan pertanian dimasa lalu dan
menganalisis dunia pertanian saat ini, dari itulah kita harus mengkaji dan
menyelaraskankan puncak keberhasilan pertanian pada hasil tani dimasa lalu
dengan kebebasan untuk para petani dalam merawat tanamannya dimasa sekarang, untuk terwujudnya
keberhasilan kembali dimasa mendatang. Panca usaha tani salah satunya. Panca
usaha tani sudah ada pada tahun 1980-an dan inilah yang menjadikan Indonesia
mendapatkan julukan “Macan Asia” karena menjadi negara pengekspor terbesar di
dunia.
Saat ini, panca usaha tani masih berjalan namun
tidak sebagaimana mestinya. Pengairan atau irigasi merupakan kendala bagi panca
usaha tani ini berjalan. Pengairan pada saat ini untuk lahan-lahan pertanian
tidak mengalir dengan baik. Terutama di daerah dataran rendah yang saat musim
kemarau siang hari tidak terdapat air pada saluran irigasi. Karena air sudah
digunakan oleh petani di dataran tinggi kecuali malam hari, air akan mengalir
dari saluran irigasi karena para petani di dataran tinggi tidak menggunakan air
irigasi untuk lahan pertaniannya. Kekurangan air untuk tanaman bisa terjadi
karena saat air mengalir atau saat hujan pada musim kemarau air akan mengalir
tanpa dihambat, sehingga air terbuang dengan percuma. Andai saja petani-petani
berhimpun dan membentuk kelompok-kelompok pertanian yang kemudian membangun penghambat
air dengan menggunakan pintu air, maka saat ada air kiriman dari dataran tinggi
ataupun air hujan maka dapat tertampung dan dapat digunakan untuk tanaman.
Selain Itu, kelompok-kelompok tani akan mempermudah
pengawasan yang dilakukan instansi pemerintah terhadap dunia pertanian. Sudah
menjadi kewajiban bagi pemerintah mengawasi seputar pertanian, seperti
pengawasan terhadap panca usaha tani yang meliputi: pembibitan, pengolahan
tanah, pemupukan, pengendalian hama, irigasi. Tentunya pengawasan dari
pemerintah ini memberikan keuntungan yang berarti bagi kelompok tani tersebut.
Dalam bidang pembibitan, tidak seharusnya pemerintah
memaksa para petani seperti masa lalu, juga tidak bersikap seolah-olah acuh
terhadap dunia pertanian. Seperti halnya penjualan bibit dengan bermacam-macam
variasi, ini seharusnya pemerintah menahan bibit-bibit yang tidak unggul. Atau
pemerintah memberikan izin pada dua jenis bibit unggul saja, yang hanya cocok
untuk ditanam pada dataran tinggi dan rendah. Karena bagaimanapun juga,
kelembapan dan suhu dapat mempengaruhi tumbuh kembang tumbuhan. Begitu pula
dengan penjualan pupuk dan pestisida yang harus disaring agar tidak terlalu
banyak merek yang akan membingungkan para petani dengan harga yang murah namun
rendah kualitas.
Kelompok-kelompok tani juga mempermudah pengawasan
bagi pemerintah dalam bidang tehnik pertanian dan pengolahan hasil pertanian
ataupun penggunaan pestisida yang aman melalui penyuluhan terhadap
kelompok-kelompok tersebut. Karena hal ini dapat menjadikan petani-petani lebih
siap dan mengerti tentang bercocok tanam yang benar dan aman serta menghasilkan
hasil panen yang melimpah. Kemudian hasil panen itu dikelola seperti dibuat
makanan yang memiliki nilai untung yang lebih dari pada jika langsung dijual
dalam keadaan mentah. Atau jika jenis tanaman mampu bertahan lama seperti padi,
bisa disimpan sambil menunggu harga hasil panen jenis tanaman tersebut mahal.
Dengan demikian, kesadaran para petani akan pentingnya ilmu pertanian
yang diberikan pemerintah melaui penyuluhan
sangatlah mempengaruhi hasil pertanian petani Indonesia.
Sekaligus mempengaruhi kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan para petani
pada khususnya. Dengan kata lain, pemerintah berhasil mensejahterakan rakyat
Indonesia melalui pertanian
di bidang pangan.