MenuBar

Pages

Monday, 13 October 2014

MINIMNYA ILMU PETANI DAPAT MENGUBAH NEGERI INI (Oleh: Muhamad Suhaemi)

Dunia pertanian Indonesia saat ini mengalami kemunduran. Saat ini Indonesia menjadi salah satu negara pengimpor terbesar di dunia. Keadaan ini bertolak belakang pada saat tahun 1984 dimana Indonesia mencapai swasembada beras. Hal ini disebabkan oleh minimnya ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh para petani Indonesia. Sebab itulah yang kemudian mengilhami berbagai permasalahan dalam dunia pertanian Indonesia. Seperti halnya penggunaan zat-zat kimia. Dalam pencampuran UREA dan ZA  memang menggunakan takaran yang benar, karena terdapat petunjuk pada kemasan. Tetapi pada saat pemberian campuran zat kimia tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan tanaman, terkadang diberikan terlalu banyak dan terkadang kurang. Dalam penggunaan zat kimia yang sedikit memang hanya memberi efek tanaman akan tumbuh sedikit lambat, tetapi saat penggunaan zat kimia terlalu banyak akan membuat area tanah itu kehilangan cacing dan organisme lainnya yang hidup didalam tanah tersebut. Padahal cacing bersama organisme dalam tanah lainnya membantu tanah menjadi gembur karena pergerakannya, disamping itu juga dapat membuat tanah menjadi subur karena dapat menghasilkan makanan bagi tanaman.
Saat ini banyak para petani yang menggunakan tehnik penanaman dengan tehnik “Tumpang Sari”, yaitu cara penanamannya dengan dua jenis tanaman atau lebih yang ditanam dalam waktu yang hampir sama dan pada daerah yang sama pula. Tehnik ini akan mengakibatkan satu dari beberapa jenis tanaman yang ditanam dalam tumpang sari akan terkesan mengalah. Kemungkinan besar yang tidak dapat tumbuh maksimal yaitu tanaman yang lebih kecil atau yang dekat dengan jenis tanaman yang lebih besar. Besar kemungkinan, hal ini disebabkan oleh saling berebutnya tanaman untuk memperoleh makanan dengan jumlah makanan terbatas dengan area yang terbatas pula. Para petani tidak berfikir terhadap hal tersebut. Mereka hanya berfikir  jika harga satu jenis tanaman yang ditanam merosot, maka masih ada jenis tanaman lain yang bisa diandalkan. Hal tersebut akan menekan angka kerugian bagi petani tersebut. Maka, petani yang menggunakan tehnik tumpang sari terkesan “Takut”.
Belajar dari perkembangan pertanian dimasa lalu dan menganalisis dunia pertanian saat ini, dari itulah kita harus mengkaji dan menyelaraskankan puncak keberhasilan pertanian pada hasil tani dimasa lalu dengan kebebasan untuk para petani dalam merawat tanamannya  dimasa sekarang, untuk terwujudnya keberhasilan kembali dimasa mendatang. Panca usaha tani salah satunya. Panca usaha tani sudah ada pada tahun 1980-an dan inilah yang menjadikan Indonesia mendapatkan julukan “Macan Asia” karena menjadi negara pengekspor terbesar di dunia.
Saat ini, panca usaha tani masih berjalan namun tidak sebagaimana mestinya. Pengairan atau irigasi merupakan kendala bagi panca usaha tani ini berjalan. Pengairan pada saat ini untuk lahan-lahan pertanian tidak mengalir dengan baik. Terutama di daerah dataran rendah yang saat musim kemarau siang hari tidak terdapat air pada saluran irigasi. Karena air sudah digunakan oleh petani di dataran tinggi kecuali malam hari, air akan mengalir dari saluran irigasi karena para petani di dataran tinggi tidak menggunakan air irigasi untuk lahan pertaniannya. Kekurangan air untuk tanaman bisa terjadi karena saat air mengalir atau saat hujan pada musim kemarau air akan mengalir tanpa dihambat, sehingga air terbuang dengan percuma. Andai saja petani-petani berhimpun dan membentuk kelompok-kelompok pertanian yang kemudian membangun penghambat air dengan menggunakan pintu air, maka saat ada air kiriman dari dataran tinggi ataupun air hujan maka dapat tertampung dan dapat digunakan untuk tanaman.
Selain Itu, kelompok-kelompok tani akan mempermudah pengawasan yang dilakukan instansi pemerintah terhadap dunia pertanian. Sudah menjadi kewajiban bagi pemerintah mengawasi seputar pertanian, seperti pengawasan terhadap panca usaha tani yang meliputi: pembibitan, pengolahan tanah, pemupukan, pengendalian hama, irigasi. Tentunya pengawasan dari pemerintah ini memberikan keuntungan yang berarti bagi kelompok tani tersebut.
Dalam bidang pembibitan, tidak seharusnya pemerintah memaksa para petani seperti masa lalu, juga tidak bersikap seolah-olah acuh terhadap dunia pertanian. Seperti halnya penjualan bibit dengan bermacam-macam variasi, ini seharusnya pemerintah menahan bibit-bibit yang tidak unggul. Atau pemerintah memberikan izin pada dua jenis bibit unggul saja, yang hanya cocok untuk ditanam pada dataran tinggi dan rendah. Karena bagaimanapun juga, kelembapan dan suhu dapat mempengaruhi tumbuh kembang tumbuhan. Begitu pula dengan penjualan pupuk dan pestisida yang harus disaring agar tidak terlalu banyak merek yang akan membingungkan para petani dengan harga yang murah namun rendah kualitas.
Kelompok-kelompok tani juga mempermudah pengawasan bagi pemerintah dalam bidang tehnik pertanian dan pengolahan hasil pertanian ataupun penggunaan pestisida yang aman melalui penyuluhan terhadap kelompok-kelompok tersebut. Karena hal ini dapat menjadikan petani-petani lebih siap dan mengerti tentang bercocok tanam yang benar dan aman serta menghasilkan hasil panen yang melimpah. Kemudian hasil panen itu dikelola seperti dibuat makanan yang memiliki nilai untung yang lebih dari pada jika langsung dijual dalam keadaan mentah. Atau jika jenis tanaman mampu bertahan lama seperti padi, bisa disimpan sambil menunggu harga hasil panen jenis tanaman tersebut mahal.

Dengan demikian, kesadaran para petani akan pentingnya ilmu pertanian yang diberikan pemerintah melaui penyuluhan sangatlah mempengaruhi hasil pertanian petani Indonesia. Sekaligus mempengaruhi kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan para petani pada khususnya. Dengan kata lain, pemerintah berhasil mensejahterakan rakyat Indonesia melalui pertanian di bidang pangan.