Saturday 23 January 2016

Laporan Kimia Anorganik : Pembuatan Kalsium Sulfat dari Batu Gamping


ABSTRAK
Batu gamping banyak terdapaat di Indonesia, gamping mempunyai rumus kimia CaCO3 dengan impuritis umum berupa silika, besi dan magnesium. Batu gamping dapat terlarutkan oleh air hujan lebih mudah dibandingkan dengan batuan yang lainnya. Dibawah tekanan yang tinggi, batu gamping termetamorfosakan menjadi batuan metamorf marble. Pada kondisi tertentu, kalsit yang terdapat didalam batu gamping teralterasi menjadi dolomite. Kalsium merupakan kation yang sering dihubungkan dengan kemasaman tanah, karena dapat mengurangi efek kemasaman. Sebagai sumber utama kalsium tanah adalah kerak bumi yang didalamnya terkandung 3,6% Ca. Mineral utama yang banyak mengandung kalsium antara lain kalsit (CaCO3) dan dolomit [CaMg(CO3)2] yang merupakan penyusun batuan sedimen limestone dan dolomit. Salah satu penggunaan batu gamping adalah untuk pembuatan bahan kimia, diantaranya kalsium sulfat. Kalsium sulfat umumnya berwarna putih tergantung mineral pengotornya dengan derajat kekerasan 1,5-2 dan BJ 2,31-2,35. Kalsium sulfat termasuk garam kalsium yang mudah mengendap.

PENDAHULUAN


Batu kapur (bahasa Inggris: limestone) (CaCO3) adalah sebuah batuan sedimen terdiri dari mineral kalsit (kalsium karbonat). Sumber utama dari kalsit ini adalah organisme laut. Organisme ini mengeluarkan shell yang keluar ke air dan terdeposit dilantai samudra sebagai pelagicooze (lihat lysocline untuk informasi tentang dissolusi calcite). Kalsit sekunder juga dapat terdeposit oleh air meteorik tersupersaturasi (air tanah yang presipitasi material di gua). Ini menciptakan speleothem seperti stalagmit dan stalaktit. Bentuk yang lebih jauh terbentuk dari Oolite (batu kapur Oolitic) dan dapat dikenali dengan penampilannya yang granular. Batu  kapur membentuk 10% dari seluruh volume batuan sedimen. Pembentukan batu gamping terjadi secara organik, mekanik atau secara kimia. (Achmad, 2001)
Tujuan utama pengapuran adalah menaikkan pH tanah hingga tingkat yang dikehendaki dan mengurangi atau meniadakan keracunan Al. Disamping itu juga meniadakan keracunan Fe dan Mn serta hara Ca. Pengaruh utama kapur terhadap tanah adalah menaikkan pH, mengurangi kandungan dan kejenuhan Al serta meningkatkan serapan hara dan produksi tanaman pangan pada umumnya (padi, kedelai, jagung, kacangan lainnya, tomat, cabai). Pengaruh kapur dapat dinikmati selama beberapa kali panen (4-5 kali). (Keenan, 1984)
Adanya kandungan kapur (CaCO3) bebas, di dalam tanah dapat diketahui dengan meneteskan asam Chlorida 10% (HCl 2 N). Adanya percikan  menandakan adanya kapur bebas, makin banyak percikannya makin banyak kandungan kapur dalam tanah. Reaksi yang terjadi:

CaCO3 + 2HCl       =       CaCl2 + H2O + CO2
Bahan kapur pertanian  ada 3 macam, yaitu CaCO3 atau CaMg(CO3)2 atau MgO dan Ca(OH)atau Mg(OH)2. Kapur yang disarankan adalah CaCOatau [CaMg(CO3)2] yang digiling dengan kehalusan 100% melewati saringan 20 mesh dan 50% melewati 80-100 mesh. Setelah kapur diberikan ke tanah, ia akan segera mengubah sifat dan ciri tanah, perubahan sifat dan ciri tanah tersebut akan mempengaruhi serapan hara. Selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Sifat dan ciri tanah yang dominan dipengaruhi reaksi kapur adalah kemasaman tanahnya yang meliputi pH dan Al-dd serta kejenuhannya. (Ranawijaya, 1985)
Kapur telah lama diketahui sebagai yang efektif dalam menurunkan kemasaman tanah yaitu meningkatkan pH tanah, menurunkan Al dapat ditukar (Al-dd) dan kejenuhan Al. Namun, pergerakan vertikal CaCOyang diaplikasi pada permukaan sangat lambat, kemungkinan karena kapur melepaskan ion OH` yang dengan cepat dinetralisasi oleh keemasan tanah, yang meninggalkan Ca2+ tak berteman. Ion Ca2+ tersebut dapat diserap oleh tapak pertukaran pada permukaan tanah. Dengan demikian inkorporasi permukaan CaCOatau Ca(OH)2 mempunyai pengaruh yang kecil terhadap Al subsoil dan Al atau Ca. Oleh karena itu, untuk memperbaiki subsoil masam perlu inkorporasi kapur sampai kedalaman itu (deep liming). (Svehla, 1985)
Kalsium adalah logam yang lunak, tetapi sedikit lebih keras dari pada timah,mudah ditempa dan ditekan. Oleh karena logam ini didapatkan dalam bentuk persenyawaan yang mengandung nitrogen, sehingga untuk memperolehnya logamkalsium murni sangat sulit. Biasanya untuk mendapatkan logam kalsium dengan jalanelektrolisa terhadap leburan kalsium klorida murni.Logam kalsium sangat reaktiv, bereaksi dengan halogen dan hidrogen masingmasingmembentuk senyawa halidanya dan hidridanya
Ca + Cl2→ CaCl2
 Ca + H2 →CaH2
Pada temperatur tinggi, kalsium mereduksi sebagian besar logam, maka kalsium banyak dipakai sebagai reduktor dalam pembuatan logam-logam Cu, Fe, Ni dan Pb.Dan juga dipakai untuk membuat logam campuran. Kalsium klorida banyak terdapat pada Tachydrite. Secara teknis kalisum klorida diperoleh dari hasil samping dari pembuatan  Natrium bikarbonat dengan prosessolvay. Dapat juga diperoleh dengan jalan melarutkan (Ca(OH)2) atau CaCO3 dalam HCl. Kalsium klorida dalam bentuk anhidrous banyak digunakan sebagai bahan pengering.Sifat kalsium klorida adalah asam sehingga kalsium klorida juga dapat mempercepat terjadinya proses korosi pada besi. (Svehla, 1985)

METODE PERCOBAAN

Alat dan bahan

                Alat yang digunakan dalan percoaan ini diantaranya adalah Open, Hotplate, Tanur, Cruss tang, Ayakan 100 mesh, Gelas kimia 250 ml, Tabung reaksi, Rak tabung, Spatula, Batang pengaduk, Mortar alu, Satu set penyaring vacump, Kaca arloji, Erlenmeyer 250 ml, Gelas ukur 100 ml, botol semprot.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini kebanyakan bersifat asam, seperti Asam sulfat, Asam klorida, Asam nitrat, , Asam Oksalat. Tentunya Batu gamping, juga digunakan dalam percobaan ini karena batu gamping merupakan bahan pokok. Bahan yang digunakan lainnya yaitu KSCN, Na2CO3.

Metode Percobaan

Batu gamping yang sudah halus ditimbang sebanyak 2,0 gram.  Kemudian dipanaskan dalam tanur pada tamperatur 500oC selama 1 jam. Kemudian derbuk hasil pentarunan direndam dengan 50 mL aquades dan 25 mL larutan HCl 2M selama 15 menit sambil dikocok, lalu disaring dan diambil filtratnya. Larutan dipekatkan dengan cara penguapan larutan. Pemanasan dihentikan setelah terbentuknya endapan dan ditetesi tetes demi tetes aquades sampai endapan larut kembali. Kmudian larutan ditambah setetes demi setetes larutan H2SO4 2M sambil diaduk hingga terbentuknya endapan putih dengan bantuan larutan didinginkan. Endapan disaring kemudian dikeringkan. Endapan yang terbentuk ditimbang.
Setelah didapat hasil endapan dalam bentuk padatan, maka padatan tersebut diuji kualitatif sebanyak 2 kali. Pertama dengan cara padatan dilarutkan dalam larutan H2SO4 2M dan ditetesi larutan KSCN 1M. Kedua dengan cara padatan dilarutkan dalam 10 mL HNO3 1M dan ditambahkan dengan beberapa tetes larutan Na2C2O4 atau Na2CO3 1M.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Percobaan
Perlakuan
Hasil Pengamatan
Batu gamping + 50 mL aquades + 25 mL HCl 2M dan aduk
Larutan megeluarkan gelembung dan bau yang menyengat
Larutan disaring
Terdapat kotoran pada kertas saring dan filtrat jernih
Dipanaskan
Volume berkurang dan mengeluarkan gelembung dan bau.
+ tetes demi tetes H2SO4 2M sambil diaduk kemudian didinginkan
Terdapat endapan putih
Saring endapan lalu dikeringkan dan ditimbang
Massa endapan = 1,936 gram
Padatan hasil sintesa + H2SO4 2M + tetes demi tetes KSCN 1 M
Larutan berwarna jingga dan terdapat endapan putih
Padatan hasil sintesa + 10 mL HNO3 1M + tetes demi tetes CuSO4
Larutan mengeluarkan gelembung


Pembahasan  :


Salah satu sumber pembuatan kalsium sulfat adalah batu gamping. Sebab utama dijadikannya batu gamping untuk pembuatan kalsium sulfat karena kandungan kalsium yang tinggi dalam batu gamping (CaCO3). Keberadaan batu gamping yang  sangat melimpah di alam ini, termasuk di Indonesia menajdi sebab lain mengapa dipilihnya batu gamping sebagai sumber pembutan kalsium sulfat.
                Batu gamping yang ditumbuk hingga halus memiliki tujuan agar pada suhu 500oC batu gamping dapat diuapkan. Karena besarnya jari-jari partikel dapat mempengaruhi kecepatan penguapan. Dengan cara memperkecil partikel batu gamping, panas yang diberikan untuk menguapkan batu gamping bisa diperkecil karena panas akan lebih cepat sampai ke inti partikel yang kecil daripada partikel yang lebih besar. Sehingga waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan bantu gamping secara sempurna lebih cepat. Pemanasan yang dilakukan pada suhu 500oC bertujuan untuk menguapkan senyawa karbon dioksida (CO2) dalam batu gamping, sehingga padatan yang tersisa merupakan padatan kalsium monoksida (CaO).
                CaCO3(s)       =       CaO(s) + CO2(g)
                        Penambahan aquades dan HCl pada serbuk hasil pentanuran berfungsi sebagai pembersih. Dimana sifat pembersih ini dimiliki oleh HCl yang dapat membersihan zat-zat pengotor yang merekat kuat dengan CaO sebagai hasil pentanuran agar saat CaO direaksikan dengan pereaksi, bisa bereaksi secara sempurna. Sedangkan penambahan aquades dilakukan agar CaO dalam keadaan larutan sehingga saat CaO ditambah dengan HCl partikel debu CaO tidak terbang keluar.
                Kemudian penambahan H2SO4 pada larutan CaO yang telah bersih, mengakibatkan suatu produk berupa CaSO4 dengan persamaan reaksi sebagai berikut:

                CaO + H2SO4     =      CaSO4 + H2O
Dimana wujud dari CaSO4 adalah endapan putih dengan massa yang diperoleh seanyak 1,936 gram.
                Ketika padatan CaSO4 hasil sintesa direaksikan dengan KSCN, reaksi yang berjalan adalah sebagai berikut:

                CaSO4 + 2KSCN        =       K2SO4 + Ca(SCN)2
Warna merah pada larutan hasil merupakan dari senyawa K2SO4, sedangkan endapan puih merupakan Ca(SCN)2.

                Kemudian, ketika padatan CaSO4 hasil sintesa direaksikan dengan HNO3 maka reaksi akan berjalan sebagai berikut:
                CaSO4 + 2HNO3        =     Ca(NO3)2 + H2SO4

Kelarutan padatan CaSO4 dalam HNO3 sangatlah lambat. Hal ini karena sifat asam yang dimiliki oleh CuSO4 dan HNO3 membuat 
mereka lambat untuk bereaksi sampai setimbang. Kemudian larutan tersebut direaksikan dengan Natrium karbonat dengan persamaan reaksi sebagai berikut:

                Ca(NO3)2 + Na2CO3       =       CaCO3 dan 2NaNO3
Produk hasil reaksi tersebut terus menerus mengeluarkan kelembung-gelembung kecil. Gelembung-gelembung tersebut merupakan hasil aktivitas NaNO3 yang bereaksi dengan CaCO3.

KESIMPULAN
Dari beberapa percobaan dalam praktikum ini, maka diperoleh beberapa kesimpulan, diantaranya :
1. CaCO3 dipanaskan dengan tamperatur tinggi menghasilkan CO2 dan CaO.
2.  Massa yang terbentuk 1,936 gram.
3.  Setelah melakukan uji kualitatif terbukti batu gamping direaksikan dengan asam sulfat membentuk                                       CaSOdengan ditandai dengan adanyat endapan putih.
4. Rendemen CaSO4  yang diperoleh sebanyak 96,825%.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad, H. (2001). Kimia Unsur dan Radiokimia. Bandung: PT. Citra Aditya Bkti.
Keenan, K. (1984). Kimia Untuk Universitas. Jakarta: Erlangga.
Ranawijaya, J. (1985). ilmu kimia 2. Jakarta: depdikbud.
Senadi dan Arie. 2015. Petunjuk Praktikum Kimia Anorganik 1. Cimahi: Labroratorium Kimia Anorganik FMIPA-                          UNJANI.
Svehla, G. vogel. (1985). Analisis Anorganik Kualtatif Makro Dan Semimikro. Jakarta: PT.Kalman Media Pustaka.



Laporan Kimia Anorganik : Reaktivitas Ion-ion Logam Transisi


ABSTRAK
Unsur transisi deret pertama adalah unsur-unsur logam transisi yang terletak pada periode atas dalam kelompok logam transisi, diantaranya: Sc, Ti, V, Cr, Mn, Fe, Co, Ni, Cu, dan Zn. Unsur ini memiliki electron valensi pada orbital d sehingga memiliki beberapa sifat seperti katalis, warna larutan dan kemagnetan. Pada beberapa kasus, reaktifitas ion ion logam transisi. berhubungan dengan sifat kekerasan dan kelunakan dari kation dan anionnya Logam-logam transisi seri pertama (3d), kedua (4d), dan ketiga (5d), umumnya menunjukkan sifat-sifat kimiawi yang sangat berdekatan dalam satu periode. Kemiripan sifat maupun perbedaan yang khas ditunjukkan oleh kelompok golongan dari logam transisi tersebut. Untuk mengenali kemiripan maupun perbedaannya yang khas antar unsur, dapat dilakukan uji reaksi khusus. Logam transisi juga sangat erat kaitannya dengan senyawa kompleks. Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari ion logam dengan satu atau lebih ligan. Kompleks ini akan mempengaruhi reaksi yang terjadi pada unsur transisi tersebut dengan reaktannya. Reaktifitas suatu senyawa dapat diamati dari adanya perubahan warna maupun terbentuknya endapan. Melalui percobaan dengan penambahan reagen pada sample nikel dan zinc yakni NaOH 2M, NaOH pekat (50%), KSCN 1M, Amoniak 1M dan Natrium Karbonat 1M  bedasarkan perubahan yang terlihat dari warna dan endapan yang terbentuk didapat bahwa dari kelima pengujian didapat logam nikel lebih reaktif dari logam Zinc.

PENDAHULUAN


Logam-logam transisi seri pertama (3d), kedua (4d), dan ketiga (5d), menunjukkan sifat-sifat kimiawi yang sangat berdekatan dalam periodenya, dan kemiripan maupun perbedaan yang khas ditunjukkan oleh kelompok golongannya.
Unsur-unsur deret peralihan utama mengandung atom - atom atau ion-ion dengan orbital d yang belum terisi penuh. Sedangkan unsur-unsur peralihan dalam mengandung atom-atom dengan orbital f yang belum penuh. Sifat kimia unsur-unsur ini penting secara teoritis maupun secara praktis. Satu sifat penting unsur peralihan ialah kemampuannya untuk membentuk ion kompleks. Sifat-sifat unsur peralihan deret pertama, misalnya memiliki titik cair yang tinggi, daya hantar listrik yang baik, dan kekerasan sedang sampai tinggi adalah akibat dari cepat tersedianya elektron dan orbital untuk elektron dan orbital untuk membentuk ikatan logam. Potensial elektroda  baku meningkat sesuai dengan meningkatnya nomor atom sepanjang deret  peralihan. (Petrucci, 1987)
Teori medan kristal (Bahasa Inggris: Crystal Field Theory), disingkat CFT, adalah sebuah model yang menjelaskan struktur elektronik dari senyawa logam transisi yang semuanya dikategorikan sebagai kompleks koordinasi. Teori ini dikembangkan menurut perubahan energi dari lima degenerat orbital-d ketika dikelilingi oleh ligan-ligan. Ketika ligan mendekati ion logam, elektron dari ligan akan berdekatan dengan beberapa orbital-d logam dan menjauhi yang lainnya, menyebabkan hilangnya kedegeneratan (degeneracy). Elektron dari orbital-d dan dari ligan akan saling tolak menolak. Oleh karena itu, elektron-d yang berdekatan dengan ligan akan memiliki energi yang lebih besar dari yang berjauhan dengan ligan, menyebabkan pemisahan energi orbital-d.
Pemisahan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut: sifat-sifat ion logam, keadaaan oksidasi logam. Keadaan oksidasi yang lebih besar menyebabkan pemisahan yang lebih besar. Susunan ligan disekitar ion logam. sifat-sifat ligan yang mengelilingi ion logam.  Efek ligan yang lebih kuat akan menyebabkan perbedaan energi yang lebih besar antara orbital 3d yang berenergi tinggi dengan yang berenergi rendah. Besarnya perbedaan energi Δ antara dua kelompok orbital tergantung pada beberapa faktor, seperti sifat-sifat ligan dan struktur geometri kompleks. Beberapa ligan selalu menghasilkan nilai Δ yang kecil, sedangkan beberapa lainnya akan selalu menghasilkan nilai yang lebih besar. Keadaan oksidasi logam juga memengaruhi besarnya Δ antara energi (energy level) yang tinggi dan rendah.
Dalam senyawa, unsur transisi selalu mempunya bilangan oksidasi positif dan nilainya dapat bervatiasi dari +1 sampai +8. Ada beberapa hal penting, yang pertama kebanyakan unsur transisi mempunyai lebih dari satu bilangan oksidasi. Kedua, kestabilan unsur tansisi cenderung yang memiliki bilangan oksidasi tinggi, umumnya bilangan oksidasi tertinggi unsur ini mempunyai sama dengan golongannya. Ketiga, unsur transisi bagian bawah cenderung mempunyai lebih dari satu bilangan oksidasi yang stabil. (Syukri, 1999)

BAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN

Bahan dan Alat
                Bahan yang digunakan dalam percobaan ini merupakan logam-logam campuran dalam bentuk cair, diantaranya :  NaOH 2M, NaOH pekat (50%), KSCN 1M, Amoniak 1M dan Natrium Karbonat 1M, MnCl2, CrCl3.H2O, NiCl2 CoCl2,, Fe(NO3)3, (NH4)2Fe(SO4)2.H2O, ZnCl2, CuCl2..
                        Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini meliputi tabung reaksi, rak tabung, pipet tetes, gelas ukur 5 mL, batang pengaduk, dan botol semprot.
Metode Percobaan
Larutan NaOH 2M sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalam 2 mL larutan MnCl2 1M sehingga berlebih. Lakukan hal yang sama untuk larutan logam (NH4)2Fe(SO4)2.H2O, Fe(NO3)3, CrCl3.H2O, CoCl2, CuCl2, NiCl2. Percobaan pertama diulang untuk semua larutan logam namun dengan pereaksi NaOH pekat (50%), KSCN 1M, Amonia 1M, Natrium Karbonat 1M. Percobaan tersebut diulang namun untuk larutan sampel yang tidak diketahui.



HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Percobaan
Bahan
Pereaksi
a
B
c
d
e
MnCl2
Keruh putih, gumpalan noda diatas.
Putih susu, noda diatas, endapan.
_
Keruh, noda diatas, endapan putih.
Keruh, endapan putih.
CrCl3
Hijau toska, endapan hijau.
Hijau tua, gumpalan diatas.
Biru pekat.
2 fasa, Atas hijau, bawah biru.
Biru pekat, endapan biru.
NiCl2
Endapan hijau.
Penggumpalan dibagian tengah
_
Gumpalan diatas.
Endapan putih.
CoCl2
Endapan merah muda.
Gumpalan hijau, biru, putih susu.
Merah muda pekat mening.
Merah muda, hijau muda, endapan.
Ungu bening, endapan ungu, endapan ungu tua.
Fe(NO3)3
Coklat, endapan hitam.
Coklat, endapan kemerahan.
Merah kehitaman.
Jingga, noda ditengah, endapan.
Jingga, endapan coklat muda.
(NH4)2  Fe(SO4)2
Hijau kebiruan, gumpalan kuning.
Hijau gelap, endapan hijau.
Jingga bening.
Keruh, gumpalan biru pekat.
Endapan hijau
ZnCl2
Keruh putih.
Endapan putih.
Endapan putih pucat.
Putih, gumpalan noda pada permukaan.
Endapan putih.
CuCl2
Endapan biru muda
Endapan biru tua.
Hijau muda, noda, endapan kuning.
Biru muda bening.
Keruh putih.
Sampel
-
Hijau pudar
-
Keruh putih
Keruh putih

Keterangan  :
Pereaksi a =  NaOH 2M
Pereaksi b = NaOH pekat (50%)
Pereaksi c = KSCN 1M
Pereaksi d = NH4OH 1M
Pereaksi e = Na2CO3 1M
Tanda “–“ =  Tidak mengalami perubahan.
Pembahasan
                Saat sampel dalam  tabung reaksi yang masing-masing berisi larutan MnCl2, CrCl3.H2O, NiCl2, CoCl2,, Fe(NO3)3, (NH4)2Fe(SO4)2.H2O, ZnCl2, CuCl2 ditetesi dengan 5 tetes NaOH 2M membentuk endapan, yang dimana endapan tersebut merupakan garam. Akan tetapi pada larutan ZnCl2 tidak terjadi endapan garam melainkan larutan yang keruh. Larutan ZnCl2 memang tidak mengandung endapan garam, akan tetapi larutan tersebut memiliki garam yang larut. Hal ini dapat diketahui dari reaksi debagai berikut :

ZnCl2 + 2NaOH      =     Zn(OH)2 + NaCl
Dimana NaCl merupakan garam dapur. Bukti lain adanya garam setelah ZnCl2 ditetesi dengan NaOH 2M adalah adanya endapan setelah ZnCl2 ditetesi dengan 5 tetes NaOH pekat. Dalam hal ini, nilai konsentrasi mampu mempengaruhi banyaknya reaksi yang terjadi dalam suatu sistem.
                Jika  membandingkan larutan ZnCl2 dengan larutan logam transisi lainnya seperti NiCl2, maka larutan NiC2 lebih reaktif daripada larutan ZnCl2. Bukti dari pernyataan tersebut adalah adanya endapan garam yang nyata terlihat pada larutan NiCl2, sedangkan pada larutan  ZnCl2 hanya membentuk larutan garam. Maka dengan demikian, logam Ni lebih reaktif daripada logam Zn.
                Kemudian jika hasil reaksi antara larutan logam transisi CrCl3.H2O, MnCl2, Fe(NO3)3, (NH4)2Fe(SO4)2.H2O, CoCl2,, NiCl2 dan CuCl2 dibandingkan, endapan yang dihasilkan berbeda-beda. Endapan tersebut masing-masing berwarna biru toska, biru tua, coklat, kehijauan sedikit muda, biru sedikit muda, hijau muda dan biru muda sedikit putih. Endapan-endapan tersebut makin muda warnanya (secara berurutan). Hal ini menunjukan bahwa tingkat reaktivitas CrCl3.H2O > MnCl2 > Fe(NO3)3 > (NH4)2Fe(SO4)2.H2O > CoCl2, > NiCl2 > CuCl2. Atau bisa dikatakan tingkat reaktivitas Cr > Mn > Fe > Co > Ni > Cu dan tentunya Cu > Zn. Jika kita melihat susunan berkala unsur-unsur kimia, maka bisa dikatakan bahwa semakin ke kanan  reaktivitas unsur semakin kurang reaktif, dan  semakin ke kiri reaktivitas unsur semakin tinggi.
                Perbedaan reaktivitas ini desebabkan oleh bedanya elektron valensi pada tiap-tiap unsur namun dengan jumlah orbital atau kulit yang sama.  Seperti pada Nikel dan Zinc, pada nikel dan zinc keduanya memiliki orbital yang sama yaitu orbital d akan tetapi dalam orbital tersebut jumlah elektron yang ada tidak sama. Pada Zinc, jumlah elektron yang berada pada orbital d sebanyak 10 elektron. Hal ini menunjukkan bahwa orbital d pada Zinc sudah penuh, sehingga Zn cenderung stabil. Sedangkan pada Nikel, jumlah elektron yang berada pada orbital d sebanyak 8 elektron, dimana orbital d pada Nikel membutuhkan 2 elektron agar orbital d  terpenuhi dan tidak ada yang kosong maka kekurangan elektron tersebut membuat Ni menjadi reaktif dan mudah bereaksi dengan pereaksi seperti NaOH. Begitupula dengan logam transisi lainnya yang kekurangan elektron pada orbital d.
                Kemudian dari hasil percobaan juga terdapat noda-noda yang lama kelamaan berwarna semakin pekat pada dinding tabung, noda tersebut merupakan lapisan-lapisan seperti korosif, berwarna semakin gelap setelah beberapa menit adalah akibat ia berkontak dengan udara sehingga terjadi oksidasi. Lapisan/ noda ini tidak muncul pada saat MnCl2 ditambahkan dengan KSCN karena ia tidak bereaksi dan tidak menimbulkan perubahan. Sedangkan pada larutan sampel tidak dapat dipastikan senyawa apa yang terdapat didalamnya. Karena saat sampel ditetesi dengan 5 pereaksi, tidak adanya kemiripan perubahan warna seperti sampel yang sudah diketahui senyawanya, bahkan sampel yang tidak diketahui senyawanya tidak mengalami  perubahan warna ataupun wujud yang signifikan.

KESIMPULAN
Dari beberapa percobaan dalam praktikum ini, maka diperoleh beberapa kesimpulan, diantaranya :
1.  Reaksi yang terbentuk merupakan basa dengan garamnya,
2.  Semakin pekat warna endapan, maka makin tinggi nilai reaktivitasnya, 
3.  Banyaknya endapan menunjukkan reaktivitas logam transisi,
4.  Logam Zn merupakan logam yang paling stabil dibandingkan dengan logam lainnya pada golongan transisi,
5.  Semakin ke kiri, nilai eaktivitasnya makin tinggi dan makin ke kanan, nilai reaktivitasnya berkurang,
6.   Elektron valensi dalam orbital sangat berpengaruh terhadap reaktivitas unsur.

DAFTAR PUSTAKA
Cotton dan Wilkinson, 1989, “Kimia Anorganik Dasar”, Edisi Pertama, Universitas Indonesia   Press: Jakarta.
Petrucci, Ralph. H, 1985, “Kimia Dasar, Prinsip Dan Terapan Modern”, Jilid ketiga. Jakarta: Erlangga.
Senadi dan Arie. 2015. Petunjuk Praktikum Kimia Anorganik 1. Cimahi: Labroratorium Kimia Anorganik FMIPA-                       UNJANI.
Svehla, G. 1990. Vogel I Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Jakarta: PT.Kalman Media Pusaka.
Syukri, S. 1999. “Kimia Dasar 3”. Jakarta:  ITB.